Di era digital seperti sekarang, kehadiran financial technology (fintech) telah mengubah cara masyarakat Indonesia mengelola keuangan. Dari pembayaran online hingga pinjaman berbasis aplikasi, fintech menawarkan kemudahan yang tak pernah ada sebelumnya.

Namun, tidak semua fintech aman dan legal. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi regulator yang memastikan fintech beroperasi sesuai hukum demi melindungi konsumen. Kita akan membahas jenis-jenis fintech yang legal berdasarkan regulasi OJK. Yuk, simak sampai habis!

Baca juga:Β Pay by Card, Cara Lebih Cerdas untuk Bayar Invoice Internasional

Mengapa Regulasi OJK Penting untuk Fintech?

Jenis-Jenis Fintech Berdasarkan Regulasi OJK, Apa Saja yang Legal di Indonesia?

Sebelum masuk ke jenis-jenis fintech, penting untuk memahami peran OJK. OJK bertugas mengawasi dan mengatur industri jasa keuangan, termasuk fintech, agar operasionalnya transparan, aman, dan tidak merugikan konsumen.

Dengan regulasi yang jelas, OJK membantu mencegah praktik fintech ilegal, seperti bunga pinjaman mencekik atau penagihan tidak etis. Fintech yang terdaftar dan berizin OJK wajib mematuhi aturan, seperti batas bunga maksimal 0,4% per hari (sesuai aturan terbaru 2023) dan menjaga kerahasiaan data pengguna.

Transfez, Mudahnya Kirim Uang ke 70+ Negara di Dunia

Jenis-Jenis Fintech Legal Berdasarkan Regulasi OJK

Berdasarkan regulasi OJK, fintech legal di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis utama. Berikut penjelasannya secara rinci:

1. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Peer-to-Peer Lending

P2P lending adalah jenis fintech yang menghubungkan pemberi pinjaman (investor) dengan peminjam melalui platform digital. Fintech ini populer karena memudahkan masyarakat yang sulit mengakses kredit bank, seperti pelaku UMKM. Contoh platform P2P lending legal di Indonesia adalah KoinWorks, Modalku, dan Investree.

P2P lending diatur melalui POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yang diperbarui dengan POJK Nomor 10/POJK.05/2022. Aturan ini mewajibkan:

  • Fintech harus terdaftar atau berizin OJK.
  • Bunga pinjaman maksimal 0,4% per hari (berlaku sejak 2023).
  • Penyelenggara wajib transparan soal biaya, risiko, dan mekanisme penagihan.
  • Mengikuti kode etik Asosiasi FinTech Indonesia (AFPI), seperti sertifikasi tenaga penagih.

Keunggulan:

  • Proses pengajuan pinjaman cepat, cukup melalui aplikasi.
  • Mendukung inklusi keuangan dengan menjangkau masyarakat unbanked.

Risiko:
Konsumen harus waspada terhadap fintech P2P ilegal yang tidak terdaftar di OJK. Hal itu dikarenakan sering mematok bunga tinggi dan menggunakan metode penagihan intimidatif. Pastikan Anda memeriksa daftar fintech legal di situs resmi OJK.

2. Inovasi Keuangan Digital (IKD)

Inovasi Keuangan Digital mencakup berbagai layanan fintech yang tidak termasuk dalam kategori P2P lending, seperti pembayaran digital, aggregator keuangan, atau perencanaan keuangan. Fintech IKD biasanya berfokus pada efisiensi transaksi dan edukasi keuangan. Contohnya adalah OVO, GoPay, dan CekAja.

IKD diatur melalui POJK Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. OJK juga menerbitkan:

  • SE No.20/2019 tentang Mekanisme Pencatatan Penyelenggara IKD.
  • SE No.21/2019 tentang Regulatory Sandbox, yaitu wadah uji coba untuk memastikan inovasi fintech sesuai regulasi.

Cara Kerja:

  • Fintech IKD harus mendaftar ke OJK dan melalui proses regulatory sandbox selama 12 bulan (dapat diperpanjang 6 bulan).
  • Penyelenggara wajib menyusun laporan self-assessment untuk mitigasi risiko dan tata kelola.
  • Wajib menyediakan layanan pengaduan konsumen berbasis teknologi.

Keunggulan:

  • Membantu konsumen membandingkan produk keuangan (misalnya, asuransi atau kredit).
  • Mempermudah transaksi harian, seperti pembayaran QRIS atau top-up dompet digital.

Risiko:
Meski inovatif, fintech IKD harus memastikan keamanan data penggunanya. Konsumen sangat disarankan memilih platform yang jelas dan sudah memiliki izin OJK untuk menghindari penipuan.

3. Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding)

Equity crowdfunding memungkinkan perusahaan rintisan (startup) atau UMKM menggalang dana dengan menawarkan saham melalui platform digital. Ini mirip seperti IPO (Initial Public Offering), tetapi lebih sederhana dan terjangkau. Contoh platform legal adalah Santara dan Bizhare.

Diatur melalui POJK Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi, yang diperbarui dengan POJK Nomor 16/POJK.04/2021. Aturan ini mencakup:

  • Penyelenggara harus berizin OJK.
  • Investor ritel dibatasi maksimal Rp2 miliar per tahun untuk mengurangi risiko.
  • Transparansi informasi tentang emiten (perusahaan yang menawarkan saham) wajib disediakan.

Keunggulan:

  • Memberikan akses pendanaan bagi UMKM yang sulit mendapat pinjaman bank.
  • Investor bisa memiliki saham perusahaan potensial dengan modal kecil.

Risiko:
Investasi di equity crowdfunding memiliki risiko yang cukup tinggi. Contohnya seperti gagalnya bisnis emiten. Konsumen juga harus mempelajari prospektus perusahaan sebelum berinvestasi di bagian ini.

4. Fintech Syariah

Fintech syariah menawarkan layanan keuangan berbasis prinsip syariat Islam, seperti P2P lending syariah atau crowdfunding syariah. Contohnya adalah ALAMI, Dana Syariah, dan Ammana. Fintech ini cocok untuk masyarakat yang ingin bertransaksi tanpa riba.

Selain mematuhi POJK Nomor 77/POJK.01/2016, fintech syariah juga mengacu pada Fatwa DSN-MUI Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Aturan ini memastikan:

  • Akad sesuai syariat, seperti mudharabah atau murabahah.
  • Tidak ada unsur riba, maysir (judi), atau gharar (ketidakpastian).
  • Penyelenggara harus mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

Keunggulan:

  • Menjangkau pasar muslim yang besar di Indonesia.
  • Proses transparan dengan akad yang jelas.

Risiko:
Konsumen harus memastikan fintech syariah benar-benar sudah terdaftar di OJK. Sebab, ada juga fintech ilegal yang mengatasnamakan syariah. Pada bagian ini, Anda perlu lebih waspada.

Baca juga:Β Perkembangan Fintech di Indonesia: Inovasi Digital yang Mengubah Dunia Keuangan

Pilih Fintech Legal untuk Keamanan Finansial Anda

Jenis-Jenis Fintech Berdasarkan Regulasi OJK, Apa Saja yang Legal di Indonesia?

Fintech legal yang diatur OJK, seperti P2P lending, IKD, equity crowdfunding, dan fintech syariah, menawarkan solusi keuangan yang praktis dan inovatif. Akan tetapi, Anda harus lebih bijak memilih platform yang terdaftar dan berizin OJK untuk menghindari risiko penipuan atau kerugian.

Dengan memahami jenis-jenis fintech dan regulasinya, Anda bisa memanfaatkan teknologi keuangan dengan aman dan nyaman. Yuk, mulai kelola keuangan Anda dengan cerdas dan pastikan selalu cek legalitas fintech di situs resmi OJK!

DownloadΒ AplikasiΒ Transfez

AplikasiΒ TransfezΒ bisa bantuin kamu untukΒ transfer uang ke luar negeriΒ dengan lebih cepat, hemat, dan efisien.Β Transfez BisnisΒ juga bisa bantuinΒ bisnisΒ kamu dalam melakukan transaksi ke luar negeri loh. Untuk kamu yang inginΒ mengirim uangΒ ke sanak saudara yang berada di luar negeri karena sedang menjalankan pendidikan, bekerja, ataupun traveling,Β TransfezΒ akan siap membantu.Β AplikasiΒ ini tersedia di Android dan juga iOs. Download sekarang!

Instagram